Selasa, 08 September 2009

PUASA MEMBENTUK KETAKWAAN


Takwa kata Abu Bakar al-Shiddiq merupakan sikap mental yang berujung pada sifat kehati-hatian. Kehadirannya dalam kehidupan manusia bagaikan pengendali dari orang yang mendaki gunung dengan mempergunakan sepeda. Pada kiri-kananya dijumpai jurang yang sangat dalam dan siap menerkam sekiranya ia jatuh ke dalamnya. Hati-hatilah kata Abu Bakar al-Shiddiq yang membawa orang tersebut sampai kepada tujuan.
Para ulama memberi definisi takwa dengan sikap mental yang selalu mendorong manusia untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sikap mental tersebut bermula dari sifat kehati-hatian yang diasah lewat latihan pengendalian diri selama bulan Ramadhan. Di sinilah, puasa Ramadhan berkorelasi dengan pembentukan manusia- manusia yang bertakwa.


يأيها الذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Hai orang-orang yang beriman telah wajibkan kepada-mu untuk melaksanakan ibadah puasa sebagaimana sudah diwajibkan pula kepada orang-orang yang hidup sebelum kamu. Mudah-mudahan kamu menjadi orang-orang bertakwa”, (QS. Al-Baqarah/2 : 185).
Takwa menurut Imam al-Qurthubi mengandung tiga dimensi utama yang melahirkan kekuatan bagi kehidupan manusia untuk menyelamatkan agama, diri dan lingkungan. Karena itu orang-orang yang bertakwa pada prinsipnya adalah mereka yang mampu untuk menyelamatkan eksistensi Islam, diri dan lingkungan sekitar.
وبالتقوى أن يحفط الإ نسان ما يضره لدينه
و لنفسه ولغيره.
“Dengan takwa manusia memiliki kemampuan untuk memlihara keselamatan agama, diri dan lingkungan”.
Kemampuan untuk memelihara eksistensi dan keselamatan Islam merupakan unsur pertama takwa yang perlu dipahami secara baik oleh umat Islam. Unsur tersebut idealnya masuk secara permanen pada diri orang-orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sehingga mereka memiliki komitmen yang kuat untuk memperjuangkan Islam dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun sulitnya.
Umat Islam dewasa ini banyak yang belum memiliki semangat dan kepedulian memperjuangkan nilai-nilai Islam. Mereka seolah-olah tidak memiliki tanggungjawab moral untuk membumikan Islam sebagai panduan dan pedoman hidup. Itulah sebabnya kenapa mereka kurang peduli terhadap hukum-hukum agama baik hukum yang bersifat individual maupun hukum sosial kemasyarakatan. Implikasinya mereka hidup dalam kegelapan mengingat cahaya kebenaran Ilahi mereka padamkan sendiri. Padahal Allah mengajak mereka yang beriman untuk menjadikan Islam sebagai nilai moralitas kehidupan.
يأيها الذين أمنوا ادخلوا فى السلم كافة ولا تتبعوا خطوات الشيطان إنه لكم عدو مبين.
“Hai orang yang beriman masuk kamu ke dalam agama Islam secara menyeluruh dan janganlah kamu mengingkuti cara-cara setan, karena setan itu adalah musuh yang nyata bagi-mu”, (QS. Al-Baqarah/2 : 207).
Mereka yang memperoleh takwa dari puasa Ramadhan memiliki kemampuan pula untuk menyelamatkan diri dari berbagai hal yang merusak. Menurut ajaran agama Islam menyelamatkan diri hukumnya adalah wajib. Mereka yang mampu menyelamatkan diri berikutnya dibalasi dengan surga yang penuh berkah dan kenikmatan.
Dalam kehidupan masyarakat Islam masih banyak dijumpai orang-orang yang manganiaya diri mereka sendiri dengan cara selalu mengikuti keinginan-keinginan hawa-nafsu dan tidak pernah tunduk kepada ajaran Allah. Selama keinginan hawa-nafsu itu tetap mereka ikuti selama itu pula mereka menganiaya diri mereka sendiri.
Dalam kehidupan generasi muda banyak sekali ditemukan corak pergaulan yang jauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Pergaulan bebas dan minum yang memabukan seolah-olah sudah menjadi budaya dalam kehidupan mereka. Mungkin masih banyak lagi yang mereka lalukan yang sifat merusak diri mereka sendiri dan bukan berusaha untuk menyelamatkannya. Mereka mungkin mengira bahwa dunia adalah tempat kehidupan buat selamanya. Padahal Allah mengingat umat Islam dalam firman-Nya.
وللأخرة خيرلك من الأولى.
“Dan sesungguhnya hari akhirat lebih baik bagimu dari pada yang sekarang (dunia)”, (QS. Al-Dhuha/93 : 4).
Kemudian mereka yang bertakwa juga dibekali oleh puasa Ramadhan dengan pengalaman dan kemampun untuk memelihara kehidupan sosial. Umat Islam dikenalkan dengan nilai-nilai persaudaraan dan kemanusiaan. Hampir di setiap saat pada bulan Ramadhan mereka diajak hidup lebih toleran dan menghargai perbedaan yang ditemukan dalam kehidupan sosial. Ketika menahan makan dan minum pada siang hari tidak dijumpai perbedaan antara pemimpin dan masyarakat biasa, laki dan perempuan, serta kaya dan miskin. Mereka semuanya tunduk pada hukum Allah dan perbedaan di antara mereka adalah takwa di sisi-Nya.
Ketika menjalani kehidupan pasca-Ramadhan mereka yang memperoleh takwa diharapkan mampu mengembangkan persaudaraan menuju harmonisasi sosial. Di antara penyebab lahirnya penyimpangan perilaku dari nilai-nilai ke-Islaman dalam kehidupan sosial kemasyarakatan karena semakin hari semakin memudarnya semangat persaudaraan. Masyarakat kurang memiliki rasa toleransi dan saling menghargai yang berujung pada lahirlah penyakit sosial berupa pertikaian, pertentangan dan lain sebagainya.
Sebagai mukmin yang lemah kita hanya bisa berharap semoga Allah memberi kekuatan sehingga kita semua mampu mengembangkan nilai dan norma persaudaran dan kemanusiaan yang diajarkan oleh puasa Ramadhan untuk memelihara keselamatan kehidupan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar